Daily Archives: 13 September 2012

POTENSI ENZIM YANG RAMAH LINGKUNGAN

Standar

Enzim, sebagian orang sudah tidak asing dengan adanya hal ini. Pada umumnya enzim dikenal sebagai substrat yang digunakan sebagai katalisator atau untuk mempercepat reaksi. Disamping itu, ternyata enzim bisa digunakan sebagai aditif pakan untuk ternak. Hal ini dapat memberikan beberapa keuntungan yang akan diurai sebagai berikut :

1.      Enzim Protease Sebagai Feed Additive

Feed additive merupakan pakan yang ditambahkan selama proses produksi, pengemasan dan peyimpanan yang merupakan bukan komponen didalam pakan basal. Hal yang perlu dipertimbangankan dalam menambahkan feed additive antara lain mempertimbangkan mutu dan kestabilan pakan tetap terjaga serta mempertahankan kandungan zat makanan yang kemungkinnan akan rusak atau hilang dengan pengolahan atau penyimpanan pakan.  Feed additive terdiri atas feed additive alami yang pada umumnya berasal dari tumbuh – tumbuhan dan feed additive sintetis yang dibuat dengan bantuan bahan kimia. Penggunaan feed additive alami mempunyai kekurangan dengan efek yang dihasilkannya lambat, ketersediannya terbatas dan jika dipakai secara berlebihan maka dapat menimbulkan toksic sedangkan feed additive  sintetis mempunyai kelemahan dapat meninggalkan residu yang jika daging dikonsumsi oleh manusia maka akan berbahaya dan jika dipakai secara berlebihan akan menimbulkan dampak yang lebih berbahaya (Ayuna, 2012).  Feed additive bisa dihasilkan dari mikroorganisme yang hasilnya bisa kita kenal dengan enzim. Salah satunya adalah enzim protease. Enzim ini berperan pesat dalam industri pakan ternak dan ramah lingkungan serta mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pada tahun 2012 kebutuhan enzim di Indonesia meningkat akan tetapi masih tergantung kepada import (Putri, 2012). Nilai perdagangan enzim didunia mencapai 3 – 4 miliar dolar pertahun dan 4 – 5 juta dolar diantaranya dari pasar Indonesia yang diimpor dari negara penghasil enzim.

Enzim dapat dihasilkan dari mikroorganisme. Sumber enzim ini lebih menguntungkan karena pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada substrat yang murah dan untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan mengatur kondisi pertumbuhan (Akhdiya, 2003). Penggunaan enzim protease yang bersumber dari mikroorganisme disebut sebagai protein eksogenus. Angel et.al. (2011) menyatakan bahwa penambahan protein eksogenus dari enzim protease mempunyai pengaruh yang sama dengan jenis sumber protein eksogenus yang berbeda – beda. Penambahan protease dapat membantu meningkatkan pencernaan protein dan lemak sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan dalam pemanfaatan protein dalam saluran pencernaan.

Keefe (2006) menyatakan bahwa enzim protease dapat memperbaiki pencernaan asam amino didalam usus halus. Hal ini sebagai salah satu alternatif akan kenaikkan harga bahan baku sumber protein dan energy. Harga yang mahal dan banyaknya zat makanan yang tidak secara optimal dicerna oleh ternak akan sangat merugikan bagi peternak dan industri pakan ternak. Pencernaan protein yang dimulai oleh proventriculus dan gizzard merupakan kunci penting untuk pencernaan zat makanan yang nantinya akan diserap pada usus halus. Cmiljanic et.al. (2005) menyatakan bahnwa pakan yang diberikan tambahan enzim dapat menurunkan harga bahan pakan mencapai 24 – 50 %.

2.      Aktivitas Enzim Protease Dalam Saluran Pencernaan Ayam Pedaging

Angel et.al. (2011) menyatakan bahwa enzim bekerja secara efektif sesuai dengan substratnya dan melepaskan hasilnya setelah terjadi reaksi. Hal ini merupakan kerja dari protease endogonus yang berkembang dan dipengaruhi oleh tebalnya mucus yang berguna untuk penyerapan. Penggunaan satu komponen protease dapat memperbaiki penampilan performan sedangkan penggunaan lebih dari satu komponen sumber protease dapat memperbaiki pemanfaatan N dalam saluran pencernaan dan memperbaiki True Metabolisme Energy (TME).  Zuprizal (2008) menyatakan bahwa nilai kecernaan riil protein (TME) dapat menurun seiring dengan bertambahnya umur ayam. Hal ini terjadi karena terdapat penurunan aktivitas enzim protease sehingga menurunnya proses absorbsi dalam usus halus. Aktivitas enzim protease pada ayam pedaging berada pada fase puncak ketika ayam pedaging berumur 14 sampai 21 hari. Setelah ayam berumur lebih dari 21 hari maka aktivitas tersebut mulai berkurang sehingga dapat mempengaruhi proses penyerapan didalam usus halus. Hal ini menjelaskan bahwa aktifitas hidrolisis protein pada ayam periode starter mempunyai peran yang penting dibandingkan dengan ayam fase finisher. Mengingat pentingnya penyerapan dalam usus halus sehingga harus diberikan sebuah ketetapan sebagai suatu pilihan untuk membantu optimalnya penyerapan dalam usus halus. Strategi yang bisa ditetapkan untuk meningkatkan optimalisasi penyerapan protein dalam usus halus sebagai berikut (DSM, 2011):

  1. Menyeleksi dari bahan pakan yang mengandung protein.
  2. Pengkontrolan dari dampak negatif karena pencernaan asam amino.
  3. Pemilihan asam amino.
  4. Formulasi pakan pada pencernaan dan total basis basis asam amino.
  5. Penggunaan konsep protein yang ideal.

Kemampuan ternak untuk dapat memanfaatkan nutrisi sebagian besar dipengaruhi oleh umur dari ternak yang menentukan perkembangan dari saluran pencernaannya. Secara fisiologi dapat dilihat dari aktivitas enzim protease dalam saluran pencernaan ayam tersebut. Lambatnya perkembangan organ pencernaan khusunya usus halus. Aktivitas enzim protease memiliki aktivitas 3 kali lebih cepat pada usus halus dan 4 kali lebih besar pada pancreas pada umur puncak. Peningkatan aktivitas tersebut disebabkan oleh semakin tuanya umur ayam dengan melihat jumlah makanan yang dikonsumsi semakin banyak. Perubahan pakan menjadi chyme dalam saluran pencernaan menjadi rangsangan bagi dinding usus halus untuk memproduksi enzim pencernaan. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa aktivitas enzim yang dipengaruhi oleh umur sebanyak 91 %. Puncak aktivitas enzim protease dalam usus halus mencapai umur 21 hari (Suthama dan Ardiningsasi, 2006). Enzim protease dalam reaksinya menghasilkan asam amino. Penumpukan asam amino yang tidak dapat diserap oleh usus halus akan menyebabkan berkurangnya aktivitas enzim protease. Disamping itu hal ini juga bisa disebabkan oleh kurangnya substrat dalam reaksi enzimatis sehingga menghambat pembentukan kompleks substrat dan mengalami perubahan struktur enzim oleh karena itu enzim tidak dapat optimal dalam mengikat substrat (Putri 2012). Usus halus merupakan salah satu organ yang berperan penting dalam penyerapan zat makanan. Penyerapan zat makanan yang optimal pada saluran pencernaan ayam pedaging dapat digunakan untuk meningkatkan pertambahan bobot badan. Semakin banyak zat makanan yang dapat diserap oleh saluran pencernaan ternak maka semakin kecil zat makanan yang dikeluarkan bersama dengan ekskreta (Candrawati dkk., 2006).

Protease membantu pencernaan asam amino pada komposisi bahan pakan. Prosedur kerja protease eksogenus pada saluran pencernaan akan membantu kerja dari enzim protease endogenus dengan memecah ikatan protein dan menurunkan Ph pada gizzard dan proventrikulus serta menstabilkan prosesing pakan hingga zat makanan dapat diserap oleh usus halus. Enzim protease eksogenus bisa ditambahkan 2 – 8 %. Hasil penambahan 6 % dapat menaikkan bobot badan dan menurunkan konversi pakan (DSM, 2011).

3.      Penggunaan Enzim Protease Sebagai Feed Additive Ayam Pedaging Yang       Ramah Lingkungan 

Enzim protease digunakan untuk merombak protein .Enzim ini diharapkan dapat mengurangi dampak pencemaran dan pemborosan energy karena dalam proses reaksinya tidak membutuhkan energy yang tinggi. Akan tetapi yang terjadi selama ini adalah campuran pakan kovensional industri pakan ternak rata – rata jika dilihat dari komposisi pakan yang dibuat maka dihasilkan kecernaan asam amino sebesar 80 – 90 %. 10 – 20 % asam amino akan terbuang yang bercampur dengan eksreta. Pada umumnya yang tidak bisa diserap secara keseluruhan adalah N. N yang keluar bersama dengan eksreta akan terikat dengan udara dan membentuk amoniak. Hingga akhirnya menjadi sumber penyakit pernapasan untuk ternak dan pencemaran lingkungan sekitarnya (DSM, 2011).

Ekskreta atau kotoran ayam merupakan salah satu limbah yang dapat menimbulkan bau sehingga banyak masyarakat yang kurang menyukainya. Hal ini merupakan salah satu dampak sosial dari pemeliharaan ayam pedaging. Masyarakat disekitar peternakan banyak yang mengeluh akan adanya hal ini apalagi jika peternak yang beternak ayam tersebut tidak mempedulikan dampak pencemaran lingkungan akibat limbah dari peternakan yang tidak segera ditangani. Kotoran ternak memiliki kandungan nutrisi yang rendah dengan protein kasar dan kandungan N yang tinggi. Pada umumnya kotoran ayam pedaging memiliki kandungan protein kasar 24,31 %, lemak kasar 1,57 % dan serat kasar 12,88 % (Wandansari, 2007). Ditambahkan Faisal (2010) menyatakan bahwa pencemaran yang terjadi akibat dari peternakan ayam pedaging pada mulanya berkembang karena lahan peternakan yang berdekatan dengan lokasi peternakan. Pencemaran bau kotoran dapat menganggu pernapasan manusia. Pada umumnya bau ini dipicu oleh adanya ammonia (NH3).

BPS Indonesia tahun 2011 menyatakan bahwa populasi ayam pedaging tahun 2007 sebanyak 891.659.345 ekor, tahun 2008 sebanyak 902.052.418 ekor, tahun 2009 sebanyak 1.026.378.580 ekor, tahun 2010 sebanyak 986.871.712 ekor dan tahun 2011 sebanyak 1.041.968.246 ekor. Jika 1 kg pakan ayam pedaging Rp.6000,- maka yang bisa diserap oleh tubuh ternak adalah 80% kandungan zat makanan dan 20 % akan keluar bersama dengan dengan ekskreta. Jika ditambahkan enzim protease eksogenus 2 – 8 % Cmiljanic et.al. (2005) menyatakan bahwa pakan yang diberikan tambahan enzim dapat menurunkan harga bahan pakan mencapai 24 – 50 %. Hasil penambahan 6 % dapat menaikkan bobot badan dan menurunkan konversi pakan (DSM, 2011). Dari data tersebut kita bisa menghitung pencemaran linkungan yang terjadi dari banyaknya zat makanan yang dapat diserap dan tidak dapat diserap.

Jika populasi ayam pedaging tahun 2011 mencapai 1.041.968.246 ekor dan 1 ekor ayam pedaging dalam 1 periode menghabiskan pakan 3 kg maka besarnya pakan yang dikonsumsi ternak sebanyak 1.041.968.246 x 3 kg sama dengan 3.125.904.738 kg.

Maka harga pakan yang dihasilkan sebanyak Rp.6000,- x 3.125.904.738 kg sama dengan

Rp.18.755.428.428.000,-, jika semua ayam pedaging yang ada diindonesia diasumsikan belum ditambahkan enzim maka harga pakan dapat turun misalkan 25 % (penurunan mencapai 24 – 50 %) dari Rp.18.755.428.428.000,- sehingga harga pakan bisa mencapai Rp4.688.857.107.000,- dengan penyerapan 80 – 90 % yang merupakan penyerapan sama dengan harga Rp.18.755.428.428.000,-. Jika harga tetap Rp.6000,- maka dengan penyerapa 80 – 90 % bisa didapatkan dengan mengkonsumsi pakan sebesar Rp4.688.857.107.000,- : Rp.6000,- sehingga sama dengan 781.476.185 kg pakan. Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa penggunaan pakan yang tidak ditambahkan enzim protease 6 %, untuk menghasilkan penyerapan 80 – 90 % diperlukan konsumsi pakan sebesar 3.125.904.738 kg sedangkan jika ditambahkan enzim protease 6 % maka untuk menghasilkan penyerapan 80 – 90 % hanya diperlukan konsumsi pakan sebesar 781.476.185 kg. dari hasil ini dapat dihitung selisih kg pakan yaitu 2.344.428.554 kg pakan. Dengan adanya pengurangan konsumsi pakan sebesar 2.344.428.554 kg maka dapat diminimalisir pencemaran lingkungan (zat makanan yang tidak dapat diserap) sebesar 2.344.428.554 kg x 20 % = 468885711kg. karena jika tidak ditambahkan dengan enzim protease 6 % peluang untuk pencemaran lingkungan (zat makanan yang tidak dapat diserap) yaitu 20 % x 3.125.904.738 kg sama dengan 625180948 kg.